Juli 18, 2013

Fakta - fakta UMM - Tugas PATI

       Sebagai mahaasiswa yang kini belajar di Universitas Muhammadiyah Malang, tentu kita sering melihat dan mendengar kabar-kabar tentang Universitas ini. Karena itu, kali ini di blog ini, saya akan menyajikan fakta-fakta apa saja yang ada dan pernah dilakukan UMM. 
  1. Salah satu perguruan tinggi swasta yang bisa dan mampu bersaing sejajar dengan perguruan tinggi negeri di Indonesia, bahkan hingga di luar negeri dengan bukti banyaknya mahasiswa dari luar Indonesia. Dari Afrika, Thailand, Philipina hingga Eropa. Status akreditasi “A” untuk UMM sebagai perguruan tinggi swasta terkemuka di Malang juga merupakan keunggulan tersendiri. 
  2. UMM kampus putih, sering disebut begitu karena warna gedung kampus yang didominasi oleh warna putih. Sedikit berbeda dari kampus-kampus pada umumnya yang berwarna-warni hingga ini saya pernah lihat di daerah Malang. Ada yang berwarna coklat, hijau, dll. 
  3. Sebagai salah satu perguruan tinggi yang bersyariat Islam, UMM tidak menutup kemungkinan untuk menampung mahasiswa-mahasiswa yang non-muslim untuk belajar disana.
  4. Sebagai perguruan tinggi swasta terkemuka, UMM sudah memperoleh pengakuan dari pihak eksternal. Prestasi yang diraih UMM antara lain: Peraih Anugerah Kampus Unggul (AKU) Jawa Timur sejak tahun 2008, Peraih Anugerah AKU Kartika kopertis VII Jawa Timur sebagai kampus Terunggul di Jawa Timur Runner Up ASEAN Energy Award, peringkat 18 Indonesia pada Webometrics (bahkan pernah ranking 8 Indonesia), Peringkat ke-5 Dunia konten Rich Files webometrics, Peringkat 5 Indonesia untuk Repository webometrics, peringkat 19 Indonesia 4icu, , Peringkat 22 TesCa-Telkom, dll. UMM juga memperoleh penghargaan dari pemerintah USA sebagai Host Peace Corps USA mulai tahun 2010. 
  5. Universitas Muhammadiyah Malang juga ikut berperan dalam beberapa kegiatan sosial yang bermanfaat khususnya pada bulan ramadhan kali ini. UMM telah menyalurkan bantuan berupa kurma (langsung dari Arab Saudi) dan paket buka puasa dalam jumlah yang banyak.
  6. UMM dalam memilih mahasiswanya di setiap tes tertulis penerimaan mahasiswa baru selalu dilakukan dengan “ketat” dan “jujur”. Terbukti dengan terbongkarnya perjokian pada tes tertulis UMM gelombang I baru-baru ini, tindakan tegas dari rector pun juga merupakan suatu keputusan yang tepat agar bisa menjadi pembelajaran bagi mahasiswa lainnya agar berperilaku lebih baik lagi. 
Selengkapnya...

Belajar debate yuk !

Walaupun sudah sekitar 2-3 tahun selama di SMA menggandrungi dunia debate ini. Rasanya masih belum bisa semahir dan selancar speaking seperti yang orang lain pernah lakukan. Pahit manisnya dalam menjalani debate pun sudah pernah saya alami. Dari mencari bahan, debate intern itu sendiri antar anggota, membuat argumen yang sesuai, memahami masalah utama yang diperdebatkan...

Nah ini beberapa video yang mungkin dapat kita pelajati isinya dan bagaimana mereka menyampaikannya .. Semoga bermanfaat ^^
Odi EDS UI A - grand final ALSA UI 2011
Selengkapnya...

Sejarah Bahasa Indonesia - Tugas PATI


Bahasa Indonesia yang sejka dari sekolah dasar sudah kita pelajari, sebagai sebuah ilmu pengetahuan tentu saja kita sebagai anak-anak bangsa perlu mengatahui bagaimana sejarahnya. Berikut ulasannya dari sumber,

Masa lalu sebagai bahasa Melayu
Bahasa Indonesia adalah varian bahasa Melayu, sebuah bahasa Austronesia dari cabang bahasa-bahasa Sunda-Sulawesi, yang digunakan sebagai lingua franca di Nusantara kemungkinan sejak abad-abad awal penanggalan modern.
Aksara pertama dalam bahasa Melayu atau Jawi ditemukan di pesisir tenggara Pulau Sumatera, mengindikasikan bahwa bahasa ini menyebar ke berbagai tempat di Nusantara dari wilayah ini, berkat penggunaannya oleh Kerajaan Sriwijaya yang menguasai jalur perdagangan. Istilah Melayu atau sebutan bagi wilayahnya sebagai Malaya sendiri berasal dari Kerajaan Malayu yang bertempat di Batang Hari, Jambi, dimana diketahui bahasa Melayu yang digunakan di Jambi menggunakan dialek "o" sedangkan dikemudian hari bahasa dan dialek Melayu berkembang secara luas dan menjadi beragam.
Istilah Melayu atau Malayu berasal dari Kerajaan Malayu, sebuah kerajaan Hindu-Budha pada abad ke-7 di hulu sungai Batanghari, Jambi di pulau Sumatera, jadi secara geografis semula hanya mengacu kepada wilayah kerajaan tersebut yang merupakan sebagian dari wilayah pulau Sumatera. Dalam perkembangannya pemakaian istilah Melayu mencakup wilayah geografis yang lebih luas dari wilayah Kerajaan Malayu tersebut, mencakup negeri-negeri di pulau Sumatera sehingga pulau tersebut disebut juga Bumi Melayu seperti disebutkan dalam Kakawin Nagarakretagama.
Ibukota Kerajaan Melayu semakin mundur ke pedalaman karena serangan Sriwijaya dan masyarakatnya diaspora keluar Bumi Melayu, belakangan masyarakat pendukungnya yang mundur ke pedalaman berasimilasi ke dalam masyarakat Minangkabau menjadi klan Malayu (suku Melayu Minangkabau) yang merupakan salah satu marga di Sumatera Barat. Sriwijaya berpengaruh luas hingga ke Filipina membawa penyebaran Bahasa Melayu semakin meluas, tampak dalam prasasti Keping Tembaga Laguna.
Bahasa Melayu kuno yang berkembang di Bumi Melayu tersebut berlogat "o" seperti Melayu Jambi, Minangkabau, Kerinci, Palembang dan Bengkulu. Semenanjung Malaka dalam Nagarakretagama disebut Hujung Medini artinya Semenanjung Medini.
Dalam perkembangannya orang Melayu migrasi ke Semenanjung Malaysia (= Hujung Medini) dan lebih banyak lagi pada masa perkembangan kerajaan-kerajaan Islam yang pusat mandalanya adalah Kesultanan Malaka, istilah Melayu bergeser kepada Semenanjung Malaka (= Semenanjung Malaysia) yang akhirnya disebut Semenanjung Melayu atau Tanah Melayu. Tetapi nyatalah bahwa istilah Melayu itui berasal dari Indonesia. Bahasa Melayu yang berkembang di sekitar daerah Semenanjung Malaka berlogat "e".
Kesultanan Malaka dimusnahkan oleh Portugis tahun 1512 sehingga penduduknya diaspora sampai ke kawasan timur kepulauan Nusantara. Bahasa Melayu Purba sendiri diduga berasal dari pulau Kalimantan, jadi diduga pemakai bahasa Melayu ini bukan penduduk asli Sumatera tetapi dari pulau Kalimantan. Suku Dayak yang diduga memiliki hubungan dengan suku Melayu kuno di Sumatera misalnya Dayak Salako, Dayak Kanayatn (Kendayan), dan Dayak Iban yang semuanya berlogat "a" seperti bahasa Melayu Baku.
Penduduk asli Sumatera sebelumnya kedatangan pemakai bahasa Melayu tersebut adalah nenek moyang suku Nias dan suku Mentawai. Dalam perkembangannya istilah Melayu kemudian mengalami perluasan makna, sehingga muncul istilah Kepulauan Melayu untuk menamakan kepulauan Nusantara.
Secara sudut pandang historis juga dipakai sebagai nama bangsa yang menjadi nenek moyang penduduk kepulauan Nusantara, yang dikenal sebagai rumpun Indo-Melayu terdiri Proto Melayu (Melayu Tua/Melayu Polinesia) dan Deutero Melayu (Melayu Muda). Setelah mengalami kurun masa yang panjang sampai dengan kedatangan dan perkembangannya agama Islam, suku Melayu sebagai etnik mengalami penyempitan makna menjadi sebuah etnoreligius (Muslim) yang sebenarnya didalamnya juga telah mengalami amalgamasi dari beberapa unsur etnis.
M. Muhar Omtatok, seorang Seniman, Budayawan dan Sejarahwan menjelaskan sebagai berikut: "Melayu secara puak (etnis, suku), bukan dilihat dari faktor genekologi seperti kebanyakan puak-puak lain. Di Malaysia, tetap mengaku berpuak Melayu walau moyang mereka berpuak Jawa, Mandailing, Bugis, Keling dan lainnya. Beberapa tempat di Sumatera Utara, ada beberapa Komunitas keturunan Batak yang mengaku Orang Kampong - Puak Melayu.
Kerajaan Sriwijaya dari abad ke-7 Masehi diketahui memakai bahasa Melayu (sebagai bahasa Melayu Kuna) sebagai bahasa kenegaraan. Lima prasasti kuna yang ditemukan di Sumatera bagian selatan peninggalan kerajaan itu menggunakan bahasa Melayu yang bertaburan kata-kata pinjaman dari bahasa Sanskerta, suatu bahasa Indo-Eropa dari cabang Indo-Iran. Jangkauan penggunaan bahasa ini diketahui cukup luas, karena ditemukan pula dokumen-dokumen dari abad berikutnya di Pulau Jawa dan Pulau Luzon. Kata-kata seperti samudra, istri, raja, putra, kepala, kawin, dan kaca masuk pada periode hingga abad ke-15 Masehi.
Pada abad ke-15 berkembang bentuk yang dianggap sebagai bahasa Melayu Klasik (classical Malay atau medieval Malay). Bentuk ini dipakai oleh Kesultanan Melaka, yang perkembangannya kelak disebut sebagai bahasa Melayu Tinggi. Penggunaannya terbatas di kalangan keluarga kerajaan di sekitar Sumatera, Jawa, dan Semenanjung Malaya. Laporan Portugis, misalnya oleh Tome Pires, menyebutkan adanya bahasa yang dipahami oleh semua pedagang di wilayah Sumatera dan Jawa. Magellan dilaporkan memiliki budak dari Nusantara yang menjadi juru bahasa di wilayah itu. Ciri paling menonjol dalam ragam sejarah ini adalah mulai masuknya kata-kata pinjaman dari bahasa Arab dan bahasa Parsi, sebagai akibat dari penyebaran agama Islam yang mulai masuk sejak abad ke-12. Kata-kata bahasa Arab seperti masjid, kalbu, kitab, kursi, selamat, dan kertas, serta kata-kata Parsi seperti anggur, cambuk, dewan, saudagar, tamasya, dan tembakau masuk pada periode ini. Proses penyerapan dari bahasa Arab terus berlangsung hingga sekarang.
Kedatangan pedagang Portugis, diikuti oleh Belanda, Spanyol, dan Inggris meningkatkan informasi dan mengubah kebiasaan masyarakat pengguna bahasa Melayu. Bahasa Portugis banyak memperkaya kata-kata untuk kebiasaan Eropa dalam kehidupan sehari-hari, seperti gereja, sepatu, sabun, meja, bola, bolu, dan jendela. Bahasa Belanda terutama banyak memberi pengayaan di bidang administrasi, kegiatan resmi (misalnya dalam upacara dan kemiliteran), dan teknologi hingga awal abad ke-20. Kata-kata seperti asbak, polisi, kulkas, knalpot, dan stempel adalah pinjaman dari bahasa ini.
Bahasa yang dipakai pendatang dari Cina juga lambat laun dipakai oleh penutur bahasa Melayu, akibat kontak di antara mereka yang mulai intensif di bawah penjajahan Belanda. Sudah dapat diduga, kata-kata Tionghoa yang masuk biasanya berkaitan dengan perniagaan dan keperluan sehari-hari, seperti pisau, tauge, tahu, loteng, teko, tauke, dan cukong.
Jan Huyghen van Linschoten pada abad ke-17 dan Alfred Russel Wallace pada abad ke-19 menyatakan bahwa bahasa orang Melayu/Melaka dianggap sebagai bahasa yang paling penting di "dunia timur". Luasnya penggunaan bahasa Melayu ini melahirkan berbagai varian lokal dan temporal. Bahasa perdagangan menggunakan bahasa Melayu di berbagai pelabuhan Nusantara bercampur dengan bahasa Portugis, bahasa Tionghoa, maupun bahasa setempat. Terjadi proses pidginisasi di beberapa kota pelabuhan di kawasan timur Nusantara, misalnya di Manado, Ambon, dan Kupang. Orang-orang Tionghoa di Semarang dan Surabaya juga menggunakan varian bahasa Melayu pidgin. Terdapat pula bahasa Melayu Tionghoa di Batavia. Varian yang terakhir ini malah dipakai sebagai bahasa pengantar bagi beberapa surat kabar pertama berbahasa Melayu (sejak akhir abad ke-19). Varian-varian lokal ini secara umum dinamakan bahasa Melayu Pasar oleh para peneliti bahasa.
Terobosan penting terjadi ketika pada pertengahan abad ke-19 Raja Ali Haji dari istana Riau-Johor (pecahan Kesultanan Melaka) menulis kamus ekabahasa untuk bahasa Melayu. Sejak saat itu dapat dikatakan bahwa bahasa ini adalah bahasa yang full-fledged, sama tinggi dengan bahasa-bahasa internasional pada masa itu, karena memiliki kaidah dan dokumentasi kata yang terdefinisi dengan jelas.
Hingga akhir abad ke-19 dapat dikatakan terdapat paling sedikit dua kelompok bahasa Melayu yang dikenal masyarakat Nusantara: bahasa Melayu Pasar yang kolokial dan tidak baku serta bahasa Melayu Tinggi yang terbatas pemakaiannya tetapi memiliki standar. Bahasa ini dapat dikatakan sebagai lingua franca, tetapi kebanyakan berstatus sebagai bahasa kedua atau ketiga. Kata-kata pinjaman

Bahasa Indonesia
Pemerintah kolonial Hindia-Belanda menyadari bahwa bahasa Melayu dapat dipakai untuk membantu administrasi bagi kalangan pegawai pribumi karena penguasaan bahasa Belanda para pegawai pribumi dinilai lemah. Dengan menyandarkan diri pada bahasa Melayu Tinggi (karena telah memiliki kitab-kitab rujukan) sejumlah sarjana Belanda mulai terlibat dalam standardisasi bahasa. Promosi bahasa Melayu pun dilakukan di sekolah-sekolah dan didukung dengan penerbitan karya sastra dalam bahasa Melayu. Akibat pilihan ini terbentuklah "embrio" bahasa Indonesia yang secara perlahan mulai terpisah dari bentuk semula bahasa Melayu Riau-Johor.
Pada awal abad ke-20 perpecahan dalam bentuk baku tulisan bahasa Melayu mulai terlihat. Pada tahun 1901, Indonesia (sebagai Hindia-Belanda) mengadopsi ejaan Van Ophuijsen dan pada tahun 1904 Persekutuan Tanah Melayu (kelak menjadi bagian dari Malaysia) di bawah Inggris mengadopsi ejaan Wilkinson. Ejaan Van Ophuysen diawali dari penyusunan Kitab Logat Melayu (dimulai tahun 1896) van Ophuijsen, dibantu oleh Nawawi Soetan Ma’moer dan Moehammad Taib Soetan Ibrahim.
Intervensi pemerintah semakin kuat dengan dibentuknya Commissie voor de Volkslectuur ("Komisi Bacaan Rakyat" - KBR) pada tahun 1908. Kelak lembaga ini menjadi Balai Poestaka. Pada tahun 1910 komisi ini, di bawah pimpinan D.A. Rinkes, melancarkan program Taman Poestaka dengan membentuk perpustakaan kecil di berbagai sekolah pribumi dan beberapa instansi milik pemerintah. Perkembangan program ini sangat pesat, dalam dua tahun telah terbentuk sekitar 700 perpustakaan. Bahasa Indonesia secara resmi diakui sebagai "bahasa persatuan bangsa" pada saat Sumpah Pemuda tanggal 28 Oktober 1928. Penggunaan bahasa Melayu sebagai bahasa nasional atas usulan Muhammad Yamin, seorang politikus, sastrawan, dan ahli sejarah. Dalam pidatonya pada Kongres Nasional kedua di Jakarta, Yamin mengatakan,
"Jika mengacu pada masa depan bahasa-bahasa yang ada di Indonesia dan kesusastraannya, hanya ada dua bahasa yang bisa diharapkan menjadi bahasa persatuan yaitu bahasa Jawa dan Melayu. Tapi dari dua bahasa itu, bahasa Melayulah yang lambat laun akan menjadi bahasa pergaulan atau bahasa persatuan."
Selanjutnya perkembangan bahasa dan kesusastraan Indonesia banyak dipengaruhi oleh sastrawan Minangkabau, seperti Marah Rusli, Abdul Muis, Nur Sutan Iskandar, Sutan Takdir Alisyahbana, Hamka, Roestam Effendi, Idrus, dan Chairil Anwar. Sastrawan tersebut banyak mengisi dan menambah perbendaharaan kata, sintaksis, maupun morfologi bahasa Indonesia.
Selengkapnya...

The Development of TV in Indonesia - Tugas PATI


TV as one of the tools used by humans to obtain information from actual news reports is a technology, which is important for us to know how the development from the past until now.

The development of television in Indonesia is fast. Along with the progress of printed media, the other media appears as a source of information for the public, that electronic media starts from color TV to internet technology. Such as newspaper, this time almost everyone had a television in their homes. Television is a broadcast image catcher tool. The word television comes from the word "tele" and "vision" which has the meaning of each remote (tele) and looks (vision). So television means visible or can be seen from a distance. Television is paralleled with the discovery of the wheel, because this discovery could change the world civilization. In Indonesia 'television' is not formally called the TV, tivi, TV or tipi.

 
Broadcast television programs in general are universal, but their primary function remains the entertainment. Even if there are programs that contain terms of information and education, is only as a complement in order to meet the needs of human nature (Effendi, 2004).

The most important innovation contained in television is the ability to present comments or observations directly while an event takes place. However, please note that many public events have been planned in advance, the additional levels of actuality is also limited (McQuail, 1996).

Television media in Indonesia is no longer a luxury item. The glass screen media now has become one of the basic necessities for the community to get the information. In other words, the information is already part of the human right to self-actualization.

Television broadcasting activities in Indonesia began on August 24, 1962, coinciding with the opening of the conduct of the Games IV Asia or Asean Games in Senayan. Since then, Televisi Republik Indonesia, abbreviated TVRI used as call status until now. During 1962-1963 TVRI broadcasts an average of one hour a day with all its simplicity.

TVRI which is under the Ministry of Information, now its broadcast have reached almost all Indonesian people. Since 1989, TVRI compete with other TV stations, namely (RCTI) Rajawali Citra Televisi Indonesia, which is commercial. Then successively established TV stations (SCTV) Surya Citra Televisi Indonesia, (TPI) Televisi Pendidikan Indonesia, and (Anteve) Andalas Television (Ardianto, 2004).

With the presence of RCTI, SCTV, and TPI. So the world of television in Indonesia have experienced a lot of changes, both in terms of quality its broadcast and broadcast time. To further improve the quality of its broadcast in mid-1993, RCTI has been aired nationally and build some transmission stations in various major cities in Indonesia, such as Jakarta, Bandung, Surabaya, Medan, Batam, and other areas. Then the private television stations increased again with the presence of Indosiar, Trans TV, Trans 7, Global TV, Metro TV and TV One.

Source
Selengkapnya...

Dulu koran, sekarang media online - Tugas PATI


Perkembangan teknologi informasi di Indonesia sekarang ini hampir tidak pernah terlepas dari yang namanya internet termasuk mencari berita terbaru didalamnya.


Tren membaca berita akhir-akhir ini pun sudah berubah dari membeli Koran atau majalah yang memakai kertas menjadi hanya membuka browser di gadget
masing-masing seperti smartphone, tablet atau laptop dan membuka portal berita online yang sudah sangat banyak tersedia.


Kedua media massa entah itu Koran/majalah dan berita online sebenarnya memiliki konten yang sama walau mempunyai ciri masing-masing. Tetapi, masyarakat lebih memilih berita online karena biaya yang dikeluarkan untuk beberapa informasi yang akan mereka dapatkan ini lebih murah daripada harus membeli Koran berharga Rp4000. 


Keunggulan yang dimiliki portal berita online inilah yang membuat masyarakat nyaman, apalagi berita online bisa di akses dimana saja dan kapan saja selama akses internet memungkinkan. 

Hingga sampai sekarang, media cetak koran pun sudah mulai mengembangkan untuk membuat koran online agar bisa bersaing dengan banyaknya situs-situs lain yang menyediakan berita-berita aktual.
Selengkapnya...